Oleh:
Kudiai Mikael
Free West Papua, Foto: Ist |
Tulisan
ini adalah rasa gelisa saya, setelah membaca beberapa berita terkait
Konferensi Asia-Afrika 2015 di Bandung-Jakarta, Menteri Luar Negeri
(Menlu) Indonesia pergi mencari perhatian di negara Fasifik, dan
Keputusan Para Pemimpin Melanesian
Spearhead Group (MSG)
soal Papua.
Awalnya
karena sudah merasa dicekik oleh pikiran, dengan melihat perkembangan
dunia yang begitu ambisius dengan berbagai macam politik diplomasi
yang sudah dilakukan secara bertahap demi kepentingan ekonomi Global.
Satu alasan saya juga dalam menuliskan tulisan ini adalah, mengajak
kawan-kawan untuk mencoba melihat lebih jauh soal perkembangan
ekonomi dunia dan nasib bangsa Papua ke depan.
Membaca
situasi Konferensi
Asia-Afrika dalam politik ekonomi global,
seperti ditulis dari pojoksatu.id
edisi
20 April 2015 dituliskan bahwa pada 22-23 April 2015 berlangsung
pertemuan tingkat kepala negara (Leaders Meeting). Cara dan solusi
mengatasi tantangan global akan dibahas para kepala negara. Selain
itu para partisipan juga berbagi pengalaman untuk meningkatkan
pembangunan ekonomi di negara Asia dan Afrika. Terdapat pula event
Asian-African Business Summit yang digelar 21-22 April di Jakarta
sebagai acara pendamping. Event tersebut akan membahas kerjasama
ekonomi dan bisnis di antara negara Asia dan Afrika.
Hal
utama yang membenarkan kepentingan Indonesia sebagai tuan rumah KAA
2015 adalah sebuah kepentingan ekonomi Indonesia untuk Negara-negara
Asia dan Afrika, yang ditambahkan lagi dengan beberapa Negara
Fasifik.
Titik
temu perjanjian dalam persoalan Papua saat ini berada pada soal
kerjasama pembangunan ekonomi tersebut dalam KAA 2015. Ekonomi
melegitimasikan kerjasama Negara-negara yang hadir pada KAA 2015
tersebut.
Power
Indonesia soal ekonomi saat ini adalah kekuatan Bumi Papua yang kaya
akan kekayaan alam, tambang, mineral, dan berbagai macam sumber daya
alam yang melimpah. Kekayaan alam Papua menjadi target utama
kepentingan Indonesia dalam mencari perhatian dunia dengan berbagai
diplomasi KAA 2015.
Disamping
soal pembangunan ekonomi, bisnis antar Negara Asia-Afrika menjadi
tujuan diadakannya KAA 2015. Bicara soal bisnis berarti kepentingan
penanaman modal orang Papua akan berjalan secara cepat, dan penanaman
investasi asing pun, Papua akan menjadi target utama perusahan
kapitalis masuk.
Ekonomi
dan Bisnis menjadi kepentingan pemodal Negara kapitalis demi
kepentingan negaranya. Secara tidak langsung kaum pemilik tanah akan
tersingkirkan dan terbuang karena saat ini ras tidak akan menentukan,
kulit tidak akan menentukan, bangsa tidak akan mementukan, tetapi
ekonomi dan kehidupan yang akan mementukan nasib bangsa dan Negara
pada era global ekonomi ini.
Sama
seperti apa yang sudah dikatakan Soekarno sendiri, seperti dikutip
dari tulisan ‘Aneksasi
Papua, Soal Untung dan Rugi Indonesia' oleh
Sanimala Bastian di majalahselangkah.com,
bahwa melalui Harian Suluh Indonesia Muda pada 1928, aktivis
kemerdekaan Indonesia, Pada 1964 setelah naik kasta jadi presiden,
argumen itu diangkat dalam bukunya, Di
Bawah Bendera Revolusi.
Ia antara lain menulis demikian:
Kapitalis Dunia, Foto: Ist |
"Soal
jajahan adalah soal rugi atau untung. Soal ini bukanlah soal
kesopanan atau kewajiban; Soal ini adalah soal mencari hidup, soal
business. Semua teori-teori tentang soal jajahan, baik yang
mengatakan bahwa jajahan itu terjadinya ialah oleh karena rakyat yang
menjajah itu ingin melihat negeri asing, maupun yang mengatakan bahwa
rakyat pertuanan itu hanya ingin mendapat kemasyhuran sahaja, ...
Semua teori-teori itu tak dapat mempertahankan diri terhadap
kebenaran teori yang mengajarkan bahwa soal jajahan ialah soal
rejeki, soal yang berdasar ekonomi, soal mencari
kehidupan." (Soekarno,
1964).
Soal
jajahan adalah soal untung dan rugi; soal semua teori-teori tidak
dapat mempertahankan diri terhadap kebenaran teori yang mengajarkan
bahwa soal jajahan ialah sejeki, soal bersandar ekonomi, dan soal
mencari nafka.
Kebenaran
ini terbukti, saat ini dunia tidak lagi seksi, semua terjerumus pada
kepentingan ekonomi, karena soal jajahan atau pemusnahan adalah soal
untuk mencari Hidup. Indonesia saat ini tidak menginginkan orang
Papua untuk hidup, sama sepeti yang dikatakan Soekarno hingga
pembawaan menterinya sendiri.
Dunia
sudah tidak seksi, semua hanya mencari keuntungan. Semua menjadi
hantu yang pergi mencari mangsa dan mencuri kekayaan orang lain.
Indonesia adalah Negara yang licik. Kelicikannya sudah terbukti
kebenaranya. Hal ini terbukti juga ketika Indonesia dengan keras
merebut West Papua dari tangan Belanda, yang hanya akan dibuat
sebagai daerah jajahan Indonesia untuk menguras kekaayaan alam Papua
demi kepentingan orang luar Papua, dan Negara-negara kapitalis.
Berikutnya, Menteri
Luar Negeri (Menlu) Indonesia, Retno Marsudi yang pergi mencari
perhatian di negara Fasifik.
Salah satu alasan mendasar yang juga kita orang Papua sudah tahu
tentang perginya Menlu Indonesia ke Negara-negara Fasifik seperti
ditulis dari radionz.co.nz,
edisi 6 Maret 2015 sudah dikomentari keras oleh Sekretaris Jenderal
(Sekjen) United
Liberation Movement for West Papua (ULMWP),
Octovianus Mote. Bahwa Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi
menjanjikan uang darah untuk peningkatan kapasitas MSG saat kunjungan
ke Papua New Guinea, Solomon Islands dan Fiji. Marsudi saat
mengunjungi ke Papua New Guinea, Solomon Islands dan Fiji telah
menjanjikan US$ 20 juta untuk program peningkatan kapasitas MSG.
Mote
juga menambahkan, satu-satunya cara yang Indonesia lakukan adalah
dengan memberikan uang. Tapi dari mana uang ini berasal? Uang ini
adalah uang darah. Uang yang berasal dari Papua Barat. Indonesia
tidak memiliki sumber daya alam, kecuali dari PT Freeport yang
manghasilkan tambang terbesar di Papua, dan dari British Petroleum
yang menghasilkan proyek gas terbesar di Papua, disamping itu juga
dari berbagai sumber daya alam lainnya di Papua Barat.
Yang
paling terpenting disini adalah sumber kekayaan orang Papua menjadi
target utama pemerintah Indonesia melakukan penyeladapan dan
pencurian demi kepentingan Indonesia mempertahankan Papua sebagai
daerah teritorinya.
Soal
kekayaan alam, kita akan kembali lagi dengan apa yang sudah dikatakan
oleh Soekarno, bahwa jajahan adalah soal untung dan rugi Indonesia.
Indonesia saat ini tidak mementingkan, apakah Papua mau maju atau
tidak? Yang penting adalah kekayaan orang Papua.
Yang
disambung lagi oleh Jendral Ali murtopo, kami tidak mengingkan
manusia Papua, tetapi yang kami inginkan adalah kekayaan alam Papua.
Watak Soekarno dan Ali Murtopo sudah terbentuk dan menjadi sikap
pembawaan hingga kepemimpinan Presiden Jokowi saat ini. Ini semua
terbukti kebenarannya bahwa pusat perhatian Menlu Indonesia melakukan
hubungan dengan Negara-negara Fasifik dengan memberikan uang yang
tidak sedikit jumlahnya adalah cara-cara pemusnahan dan pembunuhan
orang Papua secara teristematis.
Yang
lebih rill dan nyata soal persoalan Papua sat ini juga, adalah dengan
membayar uang darah tersebut, Indonesia secara sadar berusaha untuk
menggagalkan perjuangan orang Papua melalui ULMWP yang sesudah
mengajukan Aplikasi demi penentuan nasib sendiri bagi bangsa Papua.
Disamping pengajuan yang sudah diajukan oleh ULMWP, situasi Papua
sudah jauh dibungkam ruang demokrasinya. Rakyat hanya melakukan
sosialisasi ULMWP pun dibubarkan paksa oleh Indonesia dengan berbagai
macam cara. Penganiayaan, pemusnahan, pembunuhan, penculikan sudah
terjadi terus-menerus hingga sampai saat ini.
Dan
yang terakhirnya adalah Keputusan Para
Pemimpin MSG soal Papua.
Soal keputusan para petinggi pemimpin MSG sebenarnya tidak
menyinggung soal perjuangan dan diplomasi dan pengajuan aplikasinya,
tetapi titik berat tulisan ini adalah lebih memandang dari
kepentingan ekonomi global yang diselipkan dalam keputusan tersebut.
Seperti
ditulis dari tabloidjubi.com edisi
21 Juni 2013, bahwa Para pemimpin negara-negara MSG yang terdiri dari
Fiji, Kepulauan Solomon, Vanuatu, Papua New Guinea dan FLNKS telah
memutuskan hasil MSG Leaders Summit yang merupakan hasil final dari
pertemuan ke-19 para pemimpin negara-negara Melanesia ini. Keputusan
yang disebut Komunike bersama ini terdiri dari 44 point yang
diantaranya merupakan perjanjian perdagangan, peningkatan kemampuan
teknis, keuangan, perubahan iklim, pertukaran pengetahuan dan
aplikasi WPNCL.
Yang
menjadi catatan kita dalam keputusan ini adalah, adanya keputusan
soal perjanjian perdagangan, peningkatan kemampuan teknis, dan
keuangan. Kerasnya pencuri Indonesia dan Amerika sudah melebihi
batas-basat sosok pencuri, dan kekayaan alam Papua sudah menjadi
landasan kehancuran bagi para pemilik tanah tersebut. Sekarang dalam
ruang diplomasi tersebut, terselipkan adanya perjanjian perdagangan,
peningkatan teknis, dan keuangan tersebut akan mengarahkan semua ini
pada sebuah tingkat dimana, ekonomi menjadi sebuah tuntutan utama
untuk menjadi hidup sebuah Negara.
Kalau
seperti ini, apakah Papua akan bebas dan merdeka 100%?, ataukah orang
Papua akan merdeka hanya sebatas retorika? Ataukah juga orang
Papua akan merdeka, tetapi kemerdekaan itu dirasahkan oleh kaum-kaum
penguasan, tetapi rakyat akan dimarjinalkan dan ditindas terus?
Mungkin pertanyaan-pertanyaan ini bisa kita jawab dalam melihat
perkembangan ekonomi global yang menjadi-jadi di dunia.
Fillep Karma: Indonesia Memandang dan memperlakukan kami orang Papua seperti setengah binatang |
Sekarang
bagaimana merangkai ketiga kepentingan di atas! Papua yang kaya akan
kekayaan alam, terdiri dari emas, tambang, mineral, minyak bumi,
tanahnya yang subur, lautnya yang indah, pusat pariwisata, hutannya
yang luas, lembah yang indah, kebudayaannya yang unik, dan masih
banyak sekali tersimpan kekayaan alam lainnya, menjadi pusat
perhatian dunia saat ini. Mulai dari keputusan yang dibuat pimpinan
MSG, berlanjut dengan politik Indonesia yang dilakukan oleh Menlu
Indonesia ke Negara Fasifik, hingga KAA 2015 yang akan kita saksikan
besama di Bandung-Jakarta, semua terarah pada kepentingan ekonomi
global yang menjadi perhatian penuh kepada kekayaan alam Papua.
Ini
bukan lagi rahasia baru bagi kita. Dari tulisan singkat ini, bisa
disimpulkan bahwa, Politik Ekonomi Global sedang Mencekik Bumi Papua.
Bumi Papua yang terdiri dari manusia Papua, benda mati, benda hidup,
hewan, dan semua isi yang ada, dicekik seakan kita sedang marah kalau
kita sedang dicekik habis dan tidak berdaya, dan kita tidak sadar
kalau semua isi yang ada dalam Bumi Papua sedang dirampas dan dicuri
habis.
#PapuaHarusMerdeka100%
Penulis adalah Sekertaris Aliansi Mahasiswa Papua [AMP] Komite Kota Yogyakarta.
0 komentar:
Post a Comment