Pernyataan Sikap
Kehadiran PT. Freeport merupakan suatu
malapetaka bagi Bangsa Papua Barat. Kehadiran PT. Freeport merupakan satu
penyelewengan terhadap hak-hak Rakyat Papua Barat dari ribuan bahkan jutaan
penyelewengan yang hingga kini masih terjadi. Setelah UU No. 1 Tahun 1967
tentang penanaman modal asing disahkan, tanpa persetujuan dari Rakyat Papua
Barat sebagai Pemilik Hak Ulayat, tanggal 7 April 1967 PT. Freeport hadir
sebagai perusahaan pertama yang hadir di bumi Papua Barat, dua tahun sebelum
Papua Barat syah menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sebelum proses PEPERA dilakukan, tepat 7
April 1967 Freeport perusahaan pertambangan milik negara imperialis Amerika
telah menandatangani Kontrak Pertamannya dengan pemerintah Indonesia. Maka
Klaim atas wilayah Papua sudah dilakukan oleh Indonesia dengan kontrak pertama
Freeport dua tahun sebelum Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA).
Atas Kepentingan Imperialisme
Negara-Negara Kapitalis, berbagai Perusahaan Asing seperti BP, LNG Tangguh,
MIFEE, dan perusahaan lainnya kemudian hadir dengan bentuk dan karakteristiknya
masing-masing mengklaim wilayah demi kepentingan mengeksploitasi berbagai
kandungan alam di bumi Papua Barat. Di samping itu, Rakyat Papua Barat sebagai Pemilik
Hak Ulayat dikesampingkan, bahkan dibantai demi memuluskan aktivitas
eksploitasi.
Kehadiran
Freeport yang illegal di Papua Barat sejalan dengan berbagai kasus pelanggaran
Hak Asasi Manusia (HAM), sebagai akibat protes masyarakat terhadap Freeport
yang terkesan tidak memperhatikan kesejahteraan masyarakat Adat Suku Amungme
dan Komoro yang disebut sebagai pemilik tanah, emas, tembaga, hutan yang kemudian
dikuasai oleh pihak perusahaan. Aksi protes Rakyat selalu dihadapkan dengan
pihak aparat keamanan (TNI/POLRI) yang kemudian menciptakan pelanggaran Hak
Asasi Manusia. Kasus pelanggaran HAM di wilayah penambangan berlangsung cukup
lama sejak hadirnya Freeport hingga kini.
Di Merauke, proyek MIFEE yang melibatkan
32 Investor yang bergerak di bidang perkebunan, pertanian tanaman pangan,
perikanan darat, peternakan, konstruksi dan industri pengolahan kayu. Lahan
yang disiapkan seluas 1.616.234,56 Hektar. Luas wilayah yang dicaplok MIFEE
telah membunuh dan menghancurkan keragaman dan mata pencaharian Penduduk
setempat yang kemudian terancam punah.
Di tengah situasi teror, intimidasi,
penahanan, penembakan bahkan pembunuhan terhadap rakyat Papua terus terjadi
hingga dewasa ini, pemerintah Kolonial indonesai dan Imperialisme Amerika
Serikat masih terus melakukan pembahasasan Perpanjangan kontrak karya PT.
Freeport tanpa meminta persetujuan dari rakyat papua barat yang memiliki Hak
penuh di wilayahnya.
Melihat semua kompleksitas semua
persoalan di Papua saat ini, dimana tidak ada lagi pengakuan terhadap hak-hak
demokratis rakyat Papua, maka dengan kehadiran PT.Freepor milik Imperialisme Amerika
dan berbagai perusahaan asing di Bumi Papua Barat merupakan dalang kejahatan
terhadap rakyat papua, oleh karena itu, kami Aliansi Mahasiswa Papua Komite
Kota Yogyakarta menyatakan sikap kepada Rezim Joko widodo – Jusuf Kala untuk
segera :
1. Menutup dan menghentikan aktifitas
eksploitasi semua perusahaan Multy National Coorporation (MNC) milik
negara-negara Imperialis ; Freeport, BP, LNG Tangguh, Medco, Corindo dan
lain-lain dari seluruh Tanah Papua.
2. Menarik Militer Indonesia
(TNI-Polri) Organik dan Non Organik dari seluruh Tanah Papua untuk menghentikan
segala bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan oleh negara Indonesia terhadap
rakyat Papua.
3. Berikan Kebebasan dan Hak
Menentukan Nasib Sendiri Sebagai Solusi Demokratis Bagi Rakyat Papua.
Sekian
pernyataan sikap ini kami buat, atas perhatian dan dukungan semua pihak, kami
ucapkan terima kasih.
Salam Pembebasan.....!!! Yogyakarta,
13 Februari 2015
Kordinator
Aksi
Thomas
0 komentar:
Post a Comment