A. Pengantar
Situasi Papua dewasa ini
yang diperhadapkan dengan berbagai persoalan dalam berbagai segi kehidupan baik
dari aspek ekonomi politik maupun sosial dan kebudayaan tidak terlepas dari
sejarah perkembangan kehidupan Rakyat Papua. Jika kita menyimak bagaiman awal
gagasan pembentukan Bangsa Papua oleh kaum intelektual Papua pada dekade 1960an
tentunya mereka memiliki cita-cita agar Rakyat Papua dapat membangun Bangsa dan
Tanah Airnya dengan lebih baik, lebih demokratis, lebih adil dan lebih
manusiawi dan lebih sejahtera di negerinya.
Walaupun tidak dapat
kita temukan catatan sejarah tentang rumusan negara yang dikehendaki para
pengagas Bangsa Papua, tapi keinginan mereka untuk memerdekakan Rakyat dan
membentuk suatu negara adalah wujud cita-cita yang mulia karena menghendaki
agar Rakyatnya terbebas dari sebuah penjajahan. Salah satu gagasan dari
Resolusi Kongres Nederland Nieuw Guinea Raad (Dewan Niuew Guinea) yang memiliki
arti penting bagi Rakyat Papua saat ini adalah semboyan “One People One Soul” yang artinya Satu Rakyat Satu Jiwa. Semboyan ini mengartikan
persatuan.
Namun, kita tau bersama
dimana Indonesia yang dipimpin oleh Soekarno yang egois dan angkuh telah
melancarkan sebuah usaha untuk mengagalkan lahirnya negara Papua. Yang mana
setelah deklarasi kemerdekaan Bangsa Papua Barat 1 Desember 1961, kemudian pada
tanggal 19 Desember 1961 Indonesia melalui Soekarno mengumandangkan TRIKORA.
Yang diikuti oleh mobilisasi militer dan para militer untuk menguasai Papua
dari tangan Belanda. Tentu hal yang tidak disadari Soekarno adalah gagasan
membentuk sebuah negara Papua Barat adalah murni kehendak Rakyat Papua.
Sejak saat itu,
Indonesia selalu mengunakan militer sebagai tameng untuk menghadapi perlawanan
Rakyat Papua yang tidak menghendaki kehadiran Indonesia.
Hingga saat ini, dapat
kita saksikan sendiri bagaimana marginalisasi terhadap Rakyat Papua dari segi
ekonomi terjadi di depan mata kita, bagaimana prilaku aparat militer Indonesia
terhadap Rakyat Papua, bagaimana tanah-tanah adat dijadikan lahan investasi,
bagaimana tingginya kematian di Papua khususnya kematian Ibu dan Anak,
bagaimana lapangan pekerjaan yang ada cuma PNS dan buruh perusahaan milik
negara-negara Imperialis, bagaimana minimnya tenaga guru dan prasarana pendidikan
didaerah-daerah pelosok dan masih banyak lagi persoalan lain yang sedang
membelenggu Rakyat Papua saat ini. Hal yang demikian terjadi diseluruh Papua
dan tetap akan dipertahankan, guna kepentingan penguasaan terhadap Tanah Papua.
Terbelenggunya Rakyat
Papua dalam sebuah penjajahan, penindasan dan diskriminasi dikarenakan kita
diperhadapkan pada musuh bersama seluruh Rakyat Papua yang menghambat laju
kemajuan dan perkembangan hidup Rakyat Papua. Berikut kita akan menyimak
bagaimana ketiga musuh Rakyat Papua tetap berusaha menancapkan cakarnya di atas
Tanah Papua.
B. Kolonialisme Indonesia
Pengertian Kolonialisme adalah “kebijakan
dan praktek kekuatan dalam memperluas kontrol atas masyarakat lemah atau daerah”. Kolonialisme selalu
memiliki sifat yang arogan dan ekspansionis. Tujuan utama kolonialisme adalah menguras sumber kekayaan, sedangkan
kesejahteraan dan pendidikan rakyat daerah koloni, tidak diutamakan.
Kolonialisme Indonesia di Papua Barat dimulai ketika adanya infasi militer ke
Papua sejak TRIKORA 1961 dengan pembentukan Komando Mandala untuk melancarkan
operasi “Mandala” yang dipimpin oleh Letjend. Soeharto. Ini
bertujuan untuk melakukan ekspansi (peluasan wilayah kekuasaan) negara Indonesia. Ini
dilakukan berdasarkan klaim yang
tidak logis dan sepihak dari Soekarno, bahawa jauh sebelum Indonesia lahir,
papua adalah bagian dari kerajaan
majapahit dan beberapa klaim lainnya.
Nyatanya dalam Konfrensi Meja Bundara hanya
meliputi Hindia Belanda (meliputi Sabang sampai Amboina) tidak termaksud Nederland
Niue Guinea (Papua Barat). Namun karena
Indonesia yang keras kepala hendak menguasai Papua, dan Belanda yang mengalami
resesi ekonomi akibat perang, maka pada 1 Mei 1963 terjadi penyerahan kekuasaan
dari pemerintahan sementara PBB, UNTEA kepada Indonesia. Indonesia yang hadir
di Papua dengan alasan mempersiapkan pelaksanaan Hak Menentukan Nasib Sendiri
sesuai Perjanjian New York, nyatanya merekayasanya menjadi Penentuan Pendapat
Rakyat (PEPERA). Tentunya dapat kita pastikan bagaimana proses dan hasilnya.
Hingga kini, untuk menjalankan kolonisasi dan
mempertahankan kekuasaannya atas Tanah Papua, mesin birokrasi dan militer
digunakan untuk melegitimasi keberadaan Indonesia di Papua. Birokrasi merupakan
mesin legal Indonesia untuk menjadikan Papua bagian dari NKRI dan militer
merupakan alat reaksioner yang digunakan untuk mempertahankan Papua apapun
caranya.
Selain kedua mesin itu, kebijakan politik seperti UU N0
21 Tahun 2001 tentang Otsus, UU Pemekaran Wilayah, UP4B dan kebijakan lain
hanya merupakan upaya untuk mempertahankan Papua tetap dalam kekuasaan
Indonesia. Sehingga jelas, bahwa setiap kebijakan yang diterapkan di Papua oleh
Indonesia adalah untuk menguasai.
C. Imperialisme
Imperialisme adalah
tahapan tertinggi dari kapitalisme atau kapitalisme monopoli. Sedang kapitalisme adalah
paham yang meyakini bahwa pemilik modal dapat melakukan usahanya untuk meraih
keuntungan yang sebesar-besarnya. Imperialisme atau kapitalisme monopoli tidak
hanya menghisap kaum buruh tapi juga menguasai wilayah-wilayah penghasil bahan
mentah bagi Industrinya secara tidak langsung.
Kehadiran Imperialisme
di Papua diawali dengan penandatanganan Kontrak Karya PT Freeport milik
Imperialis Amerika dengan pemerintahan Soeharto pada tahun 1967. Kehadiran
Freeport telah mengabaikan hak-hak demokratis Rakyat Papua untuk merdeka
sebagai sebuah negara. Kepentingan Imperialisme atas Papua sesuai dengan
ciri-cirinya yaitu :
1. Konsentrasi produksi dan kapital sehinga
menciptakan monopoli yang berperan penting dalam kehidupan monopoli. Artinya,
konsentrasi produksi hanya berpusat di Negara kapitalis. Mereka juga menguasai
pasar dengan menentukan harga.
2.
Perbaduan antar kapital bank dan kapital industry
menciptakn basis yang menamakan kapital finace. Contoh: Bank Dunia, Bank IMF.
Bank tidak akan hanya sekedar memberikan pinjaman kepada suatu negara. Ia
mengharapkan ada imbal balik dari sebuah negara, dan mengharapakan adanya
jaminan. Dari permutran modal dan uang, itu akan kembali kepada kapitalis itu
sendiri.
3.
Ekspor kapital berbeda dengan ekspor komoditi.
Artinya: Mereka hanya akan mengeskpor kapital
kepada negara-negara lain agar mereka menyediakan bahan komoditi bagi mereka.
4.
Pembentukan kapitalisme monopoli internasional dan
pembagian dunia di antara mereka.
5.
Pembagian teritori di seluruh dunia di antara kekuatan kapitalis besar telah
selesai.
Dari penjelasan
ciri-ciri Imperialisme, menunjukan bahwa Papua saat ini sedang berada dalam
cengkraman negara-negara Imperialis. Hal ini ditunjukan dengan masuknya
berbagai perusahaan-perusahaan berskala Multy National Coorporation (MNC)
seperti BP di Bintuni dan LNG Tangguh di Sorong Selatan serta pembukaan
perkebunan skala luas seperti MIFEE di Maroke. Untuk mengamankan
keberlangsungan aktifitas eksploitasi perusahaan-perusahaan milik Imperialis ini,
militer selalu digunakan untuk menghalau perlawanan Rakyat pemilik hak ulayat.
Nyatanya, keberadaan
perusahaan-perusahaan tersebut tidak dapat mensejahterakan seluruh Rakyat Papua
yang berjumlah kurang lebih tiga juta jiwa.
D. Militerisme
Militerisme adalah suatu
pemerintahan yang didasarkan pada jaminan keamanannya terletak pada kekuatan
militernya dan mengklaim bahwa perkembangan dan pemeliharaan militernya untuk
menjamin kepentingan
masyarakat. Militerisme memiliki sifat dasar yaitu represif dan
reaksioner.
Keberadaan militerisme di
Papua sudah dimulai dengan masuknya penjajah Belanda, baru kemudian sifat
reaksionernya muncul ketika Indonesia hadir di Papua. Militerisme
Indonesia memulai aksinya di Papua paska TRIKORA 19
Desember 1961.
Indonesia
melalui kekuatan militer lewat penerapan kebijakan Daerah Operasi Militer (DOM)
dan berbagai operasi lain untuk melakukan
teror, intimidari, pengejaran, pemenjarahan, pemerkosaan, pembunuhan,
pembakaran fasilitas umum dan kampung, dan aksi kejahatan militer yang lainnya.
Selain itu, dalam Operasi
Koteka pada tahun 1970-an, Rakyat Papua dipaksa untuk mengenakan pakaian ala
orang Indonesia yang terbuat dari kain.
Akibat
Operasi Militer banyak rakyat Papua Barat yang telah menjadi korban. Hal dapat
dilihat dari laporan Amnesty International yang
mengemukakan bahwa telah terjadi 100 ribu rakyat Papua Barat dibantai oleh
militer Indonesia.
Aksi militerisme ini dilakukan
untuk mewujutkan kepentingan dan mempertahankan kepentingan Indonesia untuk tetap mempertahankan Papua.
E. Penutup
Ada pertanyaan dari seorang mahasiswa Papua demikian:
kira-kira Papua bisa merdeka dan bebas atau
tidak? Kalau bisa, kira-kira kapan?
Sebagai jawabannya : kalau Rakyat Papua dan
mahasiswa Papua berjuang, kira-kira Papua bisa merdeka atau tidak?
Kalau perjuangan itu dilakukan secara baik, benar dan sungguh-sungguh kira-kira
Papua bisa merdeka atau tidak?
Maksudnya iyalah soal Papua merdeka atau tidak itu urusan
nanti, persoalan kapan merdekanya juga urusan nanti, yang menjadi masalah
sekarang adalah Rakyat Papua dan mahasiswa Papua harus berjuang untuk merdeka,
karena jika waktunya tiba, maka kita akan menikmati hasil perjuangan itu.
Kemerdekaan Papua hanya soal waktu, karena waktu tidak pernah
berdusta kepada siapapun juga!
* * * * * S e k i a n * * * * *
Oleh Aliansi Mahasiswa Papua ( AMP ) Komite Kota Yogyakarta,
Materi Ini dibawakan dalam Diskusi Peringatan Hari HAM Pada 10 Desember 2012 Di Asrama Mahasiswa Papua Kamasan I Yogyakarta.
0 komentar:
Post a Comment